Alhamdulillah, wa shalaatu wa salaamu 'ala
Rosulillah wa 'ala alihi wa shohbihi wa man tabi'ahum bi ihsanin ilaa yaumid
diin.
Suatu kenikmatan yang sangat indah adalah bila
seorang hamba bisa merasakan bagaimana bermunajat dengan Allah di tengah malam
terutama ketika 1/3 malam terakhir. Berikut sedikit panduan dari kami mengenai
shalat tahajud.
Maksud Shalat Tahajud
Shalat malam (qiyamul lail) biasa disebut juga
dengan shalat tahajud. Mayoritas pakar fiqih mengatakan bahwa shalat tahajud
adalah shalat sunnah yang dilakukan di malam hari secara umum setelah bangun
tidur.1
Keutamaan Shalat Tahajud
Pertama: Shalat tahajud adalah sifat orang bertakwa
dan calon penghuni surga.
Allah Ta'ala berfirman,
إِنَّالْمُتَّقِينَفِيجَنَّاتٍوَعُيُونٍ (15) آَخِذِينَمَاآَتَاهُمْرَبُّهُمْإِنَّهُمْكَانُواقَبْلَذَلِكَمُحْسِنِينَ (16) كَانُواقَلِيلًامِنَاللَّيْلِمَايَهْجَعُونَ (17) وَبِالْأَسْحَارِهُمْيَسْتَغْفِرُونَ (18)
“Sesungguhnya orang-orang
yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (syurga) dan mata air-mata air,
sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu
di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit
sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum
fajar.” (QS. Adz Dzariyat: 15-18).
Al Hasan Al Bashri mengatakan mengenai ayat ini,
“Mereka bersengaja melaksanakan qiyamul lail (shalat tahajud). Di malam hari,
mereka hanya tidur sedikit saja. Mereka menghidupkan malam hingga sahur
(menjelang shubuh). Dan mereka pun banyak beristighfar di waktu sahur.”2
Kedua: Tidak sama antara orang yang shalat malam dan
yang tidak.
Allah Ta'ala berfirman,
أَمْمَنْهُوَقَانِتٌآَنَاءَاللَّيْلِسَاجِدًاوَقَائِمًايَحْذَرُالْآَخِرَةَوَيَرْجُورَحْمَةَرَبِّهِقُلْهَلْيَسْتَوِيالَّذِينَيَعْلَمُونَوَالَّذِينَلَايَعْلَمُونَإِنَّمَايَتَذَكَّرُأُولُوالْأَلْبَابِ
“(Apakah kamu hai orang
musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam
dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang
yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. ” (QS. Az Zumar: 9). Yang
dimaksud qunut dalam ayat ini bukan hanya berdiri, namun juga disertai dengan
khusu'.3
Salah satu maksud ayat ini, “Apakah sama antara
orang yang berdiri untuk beribadah (di waktu malam) dengan orang yang tidak
demikian?!”4 Jawabannya, tentu saja tidak sama.
Ketiga: Shalat tahajud adalah sebaik-baik shalat
sunnah.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُالصِّيَامِبَعْدَشَهْرِرَمَضَانَشَهْرُاللَّهِالْمُحَرَّمُوَأَفْضَلُالصَّلَاةِبَعْدَالْفَرِيضَةِصَلَاةُاللَّيْلِ
“Sebaik-baik puasa setelah
puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah –Muharram-. Sebaik-baik shalat
setelah shalat wajib adalah shalat malam.”5
An Nawawi -rahimahullah- mengatakan, “Ini adalah
dalil dari kesepakatan ulama bahwa shalat sunnah di malam hari lebih baik dari
shalat sunnah di siang hari. Ini juga adalah dalil bagi ulama Syafi’iyah (yang
satu madzhab dengan kami) di antaranya Abu Ishaq Al Maruzi dan yang sepaham
dengannya, bahwa shalat malam lebih baik dari shalat sunnah rawatib. Sebagian
ulama Syafi’iyah yang lain berpendapat bahwa shalat sunnah rawatib lebih afdhol
(lebih utama) dari shalat malam karena kemiripannya dengan shalat wajib. Namun
pendapat pertama tetap lebih kuat dan sesuai dengan hadits. Wallahu a’lam.6
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Waktu tahajud di
malam hari adalah sebaik-baik waktu pelaksanaan shalat sunnah. Ketika itu hamba
semakin dekat dengan Rabbnya. Waktu tersebut adalah saat dibukakannya pintu
langit dan terijabahinya (terkabulnya) do'a. Saat itu adalah waktu untuk
mengemukakan berbagai macam hajat kepada Allah.”7
'Amr bin Al 'Ash mengatakan, “Satu raka'at shalat
sunnah di malam hari lebih baik dari 10 raka'at shalat sunnah di siang hari.”
Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Dunya.8
Ibnu Rajab mengatakan, “Di sini 'Amr bin Al 'Ash
membedakan antara shalat malam dan shalat di siang hari. Shalat malam lebih
mudah dilakukan sembunyi-sembunyi dan lebih mudah mengantarkan pada
keikhlasan.”9 Inilah sebabnya para ulama lebih menyukai shalat malam karena
amalannya yang jarang diketahui orang lain.
Keempat: Shalat tahajud adalah kebiasaan orang
sholih.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكُمْبِقِيَامِاللَّيْلِفَإِنَّهُدَأْبُالصَّالِحِيْنَقَبْلَكُمْوَهُوَقُرْبَةٌإِلَىرَبِّكُمْوَمُكَفِّرَةٌلِلسَّيِّئَاتِوَمَنْهَاةٌعَنِالإِثْمِ
“Hendaklah kalian
melaksanakan qiyamul lail (shalat malam) karena shalat amalan adalah kebiasaan
orang sholih sebelum kalian dan membuat kalian lebih dekat pada Allah. Shalat
malam dapat menghapuskan kesalahan dan dosa. ”10
Kelima: Sebaik-baik orang adalah yang melaksanakan
shalat tahajud.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengatakan
mengenai 'Abdullah bin 'Umar,
«نِعْمَالرَّجُلُعَبْدُاللَّهِ،لَوْكَانَيُصَلِّىبِاللَّيْلِ » . قَالَسَالِمٌفَكَانَعَبْدُاللَّهِلاَيَنَامُمِنَاللَّيْلِإِلاَّقَلِيلاً .
“Sebaik-baik orang adalah
'Abdullah (maksudnya Ibnu 'Umar) seandainya ia mau melaksanakan shalat malam.”
Salim mengatakan, “Setelah dikatakan seperti ini, Abdullah bin 'Umar tidak pernah
lagi tidur di waktu malam kecuali sedikit.”11
Waktu Shalat Tahajud
Shalat tahajud boleh dikerjakan di awal, pertengahan
atau akhir malam. Ini semua pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam. Sebagaimana Anas bin Malik -pembantu Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam- mengatakan,
مَاكُنَّانَشَاءُأَنْنَرَىرَسُولَاللَّهِصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَفِياللَّيْلِمُصَلِّيًاإِلَّارَأَيْنَاهُوَلَانَشَاءُأَنْنَرَاهُنَائِمًاإِلَّارَأَيْنَاهُ
“Tidaklah kami bangun agar
ingin melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di malam hari
mengerjakan shalat kecuali pasti kami melihatnya. Dan tidaklah kami bangun
melihat beliau dalam keadaan tidur kecuali pasti kami melihatnya pula.”12
Ibnu Hajar menjelaskan,
إِنَّصَلَاتهوَنَوْمهكَانَيَخْتَلِفبِاللَّيْلِوَلَايُرَتِّبوَقْتًامُعَيَّنًابَلْبِحَسَبِمَاتَيَسَّرَلَهُالْقِيَام
“Sesungguhnya waktu shalat
malam dan tidur yang dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berbeda-beda
setiap malamnya. Beliau tidak menetapkan waktu tertentu untuk shalat. Namun
beliau mengerjakannya sesuai keadaan yang mudah bagi beliau.”13
Waktu Utama untuk Shalat Tahajud
Waktu utama untuk shalat malam adalah di akhir
malam. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
يَنْزِلُرَبُّنَاتَبَارَكَوَتَعَالَىكُلَّلَيْلَةٍإِلَىالسَّمَاءِالدُّنْيَاحِينَيَبْقَىثُلُثُاللَّيْلِالآخِرُفَيَقُولُمَنْيَدْعُونِىفَأَسْتَجِيبَلَهُوَمَنْيَسْأَلُنِىفَأُعْطِيَهُوَمَنْيَسْتَغْفِرُنِىفَأَغْفِرَلَهُ
“Rabb kami -Tabaroka wa
Ta'ala- akan turun setiap malamnya ke langit dunia ketika tersisa sepertiga
malam terakhir. Lalu Allah berfirman, “Siapa yang memanjatkan do'a pada-Ku,
maka Aku akan mengabulkannya. Siapa yang memohon kepada-Ku, maka Aku akan
memberinya. Siapa yang meminta ampun pada-Ku, Aku akan memberikan ampunan untuknya”.”14
Dari 'Abdullah bin 'Amr, Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّأَحَبَّالصِّيَامِإِلَىاللَّهِصِيَامُدَاوُدَوَأَحَبَّالصَّلاَةِإِلَىاللَّهِصَلاَةُدَاوُدَعَلَيْهِالسَّلاَمُكَانَيَنَامُنِصْفَاللَّيْلِوَيَقُومُثُلُثَهُوَيَنَامُسُدُسَهُوَكَانَيَصُومُيَوْمًاوَيُفْطِرُيَوْمًا
“Sesungguhnya sebaik-baik
puasa di sisi Allah adalah puasa Daud15 dan sebaik-baik shalat di sisi Allah
adalah shalatnya Nabi Daud 'alaihis salam. Beliau biasa tidur di separuh malam
dan bangun tidur pada sepertiga malam terakhir. Lalu beliau tidur kembali pada
seperenam malam terakhir. Nabi Daud biasa sehari berpuasa dan keesokan harinya
tidak berpuasa.”16
'Aisyah pernah ditanyakan mengenai shalat malam yang
dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. 'Aisyah menjawab,
كَانَيَنَامُأَوَّلَهُوَيَقُومُآخِرَهُ،فَيُصَلِّىثُمَّيَرْجِعُإِلَىفِرَاشِهِ،فَإِذَاأَذَّنَالْمُؤَذِّنُوَثَبَ،فَإِنْكَانَبِهِحَاجَةٌاغْتَسَلَ،وَإِلاَّتَوَضَّأَوَخَرَجَ
“Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam biasa tidur di awal malam, lalu beliau bangun di akhir malam. Kemudian
beliau melaksanakan shalat, lalu beliau kembali lagi ke tempat tidurnya. Jika
terdengar suara muadzin, barulah beliau bangun kembali. Jika memiliki hajat,
beliau mandi. Dan jika tidak, beliau berwudhu lalu segera keluar (ke masjid).”17
Shalat Tahajud Ketika Kondisi Sulit
Bermunajatlah pada Allah di akhir malam ketika
kondisi begitu sulit.
'Ali bin Abi Tholib pernah menceritakan,
رَأَيْتُنَالَيْلَةَبَدْرٍوَمَامِنَّاإِنْسَانٌإِلاَّنَائِمٌإِلاَّرَسُولَاللَّهِ -صلىاللهعليهوسلم- فَإِنَّهُكَانَيُصَلِّىإِلَىشَجَرَةٍوَيَدْعُوحَتَّىأَصْبَحَوَمَاكَانَمِنَّافَارِسٌيَوْمَبَدْرٍغَيْرَالْمِقْدَادِبْنِالأَسْوَدِ
“Kami pernah memperhatikan
pada malam Badar dan ketika itu semua orang pada terlelap tidur kecuali
Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam. Beliau melaksanakan shalat di bawah
pohon. Beliau memanjatkan do'a pada Allah hingga waktu Shubuh. Dan tidak ada di
antara kami tidak ada yang mahir menunggang kuda selain Al Miqdad bin Al
Aswad.”18 Dalam riwayat lain disebutkan,
يُصَلِّىوَيَبْكِىحَتَّىأَصْبَحَ
“Beliau melaksanakan shalat
sambil menangis hingga waktu shubuh.”19
Jumlah Raka'at Shalat Tahajud yang Dianjurkan
(Disunnahkan)
Jumlah raka'at shalat tahajud yang dianjurkan adalah
tidak lebih dari 11 atau 13 raka'at. Dan inilah yang menjadi pilihan Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam.
'Aisyah mengatakan,
مَاكَانَيَزِيدُفِىرَمَضَانَوَلاَغَيْرِهِعَلَىإِحْدَىعَشْرَةَرَكْعَةً،يُصَلِّىأَرْبَعَرَكَعَاتٍفَلاَتَسْأَلْعَنْحُسْنِهِنَّوَطُولِهِنَّ،ثُمَّيُصَلِّىأَرْبَعًافَلاَتَسْأَلْعَنْحُسْنِهِنَّوَطُولِهِنَّ،ثُمَّيُصَلِّىثَلاَثًا
“Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam tidak pernah menambah shalat malam di bulan Ramadhan dan
bulan lainnya lebih dari 11 raka'at. Beliau melakukan shalat empat raka'at,
maka jangan tanyakan mengenai bagus dan panjangnya. Kemudian beliau melakukan
shalat empat raka'at lagi dan jangan tanyakan mengenai bagus dan panjangnya.
Kemudian beliau melakukan shalat tiga raka'at.”20
Ibnu 'Abbas mengatakan,
كَانَصَلاَةُالنَّبِىِّ - صلىاللهعليهوسلم - ثَلاَثَعَشْرَةَرَكْعَةً . يَعْنِىبِاللَّيْلِ
“Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam biasa melaksanakan shalat malam 13 raka'at. ”21
Zaid bin Kholid Al Juhani mengatakan,
لأَرْمُقَنَّصَلاَةَرَسُولِاللَّهِ -صلىاللهعليهوسلم- اللَّيْلَةَفَصَلَّى. رَكْعَتَيْنِخَفِيفَتَيْنِثُمَّصَلَّىرَكْعَتَيْنِطَوِيلَتَيْنِطَوِيلَتَيْنِطَوِيلَتَيْنِثُمَّصَلَّىرَكْعَتَيْنِوَهُمَادُونَاللَّتَيْنِقَبْلَهُمَاثُمَّصَلَّىرَكْعَتَيْنِوَهُمَادُونَاللَّتَيْنِقَبْلَهُمَاثُمَّصَلَّىرَكْعَتَيْنِوَهُمَادُونَاللَّتَيْنِقَبْلَهُمَاثُمَّصَلَّىرَكْعَتَيْنِوَهُمَادُونَاللَّتَيْنِقَبْلَهُمَاثُمَّأَوْتَرَفَذَلِكَثَلاَثَعَشْرَةَرَكْعَةً.
“Aku pernah memperhatikan
shalat malam yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Beliau pun melaksanakan 2 raka'at ringan. Kemudian setelah itu beliau
laksanakan 2 raka'at yang panjang-panjang. Kemudian beliau lakukan shalat 2
raka'at yang lebih ringan dari sebelumnya. Kemudian beliau lakukan shalat 2
raka'at lagi yang lebih ringan dari sebelumnya. Beliau pun lakukan shalat 2
raka'at yang lebih ringan dari sebelumnya. Kemudian beliau lakukan shalat 2
raka'at lagi yang lebih ringan dari sebelumnya. Lalu terakhir beliau berwitir
sehingga jadilah beliau laksanakan shalat malam ketika itu 13 raka'at.”22 Ini
berarti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan witir dengan 1
raka'at.23
Dari sini menunjukkan bahwa disunnahkan sebelum
shalat malam, dibuka dengan 2 raka'at ringan terlebih dahulu. 'Aisyah
mengatakan,
كَانَرَسُولُاللَّهِ -صلىاللهعليهوسلم- إِذَاقَامَمِنَاللَّيْلِلِيُصَلِّىَافْتَتَحَصَلاَتَهُبِرَكْعَتَيْنِخَفِيفَتَيْنِ.
“Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam jika hendak melaksanakan shalat malam, beliau buka terlebih
dahulu dengan melaksanakan shalat dua rak'at yang ringan.”24
Bolehkah Menambahkan Raka'at Shalat Malam Lebih Dari
11 Raka'at?
Al Qodhi 'Iyadh mengatakan,
وَلَاخِلَافأَنَّهُلَيْسَفِيذَلِكَحَدّلَايُزَادعَلَيْهِوَلَايَنْقُصمِنْهُ،وَأَنَّصَلَاةاللَّيْلمِنْالطَّاعَاتالَّتِيكُلَّمَازَادَفِيهَازَادَالْأَجْر،وَإِنَّمَاالْخِلَاففِيفِعْلالنَّبِيّصَلَّىاللَّهعَلَيْهِوَسَلَّمَوَمَااِخْتَارَهُلِنَفْسِهِ
“Tidak ada khilaf bahwa tidak
ada batasan jumlah raka'at dalam shalat malam, tidak mengapa ditambah atau
dikurang. Alasannya, shalat malam adalah bagian dari ketaatan yang apabila
seseorang menambah jumlah raka'atnya maka bertambah pula pahalanya. Jika
dilakukan seperti ini, maka itu hanya menyelisihi perbuatan Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam dan menyelisihi pilihan yang beliau pilih untuk dirinya
sendiri.”25
Ibnu 'Abdil Barr mengatakan,
فلاخلافبينالمسلمينأنصلاةالليلليسفيهاحدمحدودوأنهانافلةوفعلخيروعملبرفمنشاءاستقلومنشاءاستكثر
“Tidak ada khilaf di antara
kaum muslimin bahwa shalat malam tidak ada batasan raka'atnya. Shalat malam
adalah shalat nafilah (shalat sunnah) dan termasuk amalan kebaikan. Seseorang
boleh semaunya mengerjakan dengan jumlah raka'at yang sedikit atau pun
banyak.”26
Adapun dalil yang menunjukkan bolehnya menambah
lebih dari 11 raka'at, di antaranya:
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya mengenai
shalat malam, beliau menjawab,
صَلاَةُاللَّيْلِمَثْنَىمَثْنَى،فَإِذَاخَشِىَأَحَدُكُمُالصُّبْحَصَلَّىرَكْعَةًوَاحِدَةً،تُوتِرُلَهُمَاقَدْصَلَّى
“Shalat malam itu dua
raka'at-dua raka'at. Jika salah seorang di antara kalian takut masuk waktu
shubuh, maka kerjakanlah satu raka'at. Dengan itu berarti kalian menutup shalat
tadi dengan witir.”27 Padahal ini dalam konteks pertanyaan. Seandainya shalat
malam itu ada batasannya, tentu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam akan
menjelaskannya.
Lalu bagaimana dengan hadits 'Aisyah,
مَاكَانَيَزِيدُفِىرَمَضَانَوَلاَغَيْرِهِعَلَىإِحْدَىعَشْرَةَرَكْعَةً
“Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam tidak pernah menambah shalat malam di bulan Ramadhan dan
bulan lainnya lebih dari 11 raka'at. ”28
Jawabannya adalah sebagai berikut:
Jika ingin mengikuti sunnah (ajaran) Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, maka mestinya mencocoki beliau dalam jumlah
raka'at shalat juga dengan tata cara shalatnya.
Sedangkan shalat yang paling bagus, kata Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam adalah,
أَفْضَلُالصَّلاَةِطُولُالْقُنُوت
“Shalat yang paling baik
adalah yang paling lama berdirinya.”29
Namun sekarang yang melakukan 11 raka'at demi
mencontoh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak melakukan lama seperti
beliau. Padahal jika kita ingin mencontoh jumlah raka'at yang dilakukan Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam seharusnya juga lama shalatnya pun sama.
Sekarang pertanyaannya, manakah yang lebih utama
melakukan shalat malam 11 raka'at dalam waktu 1 jam ataukah shalat malam 23
raka'at yang dilakukan dalam waktu dua jam atau tiga jam?
Yang satu mendekati perbuatan Nabi shallalahu
'alaihi wa sallam dari segi jumlah raka'at. Namun yang satu mendekati ajaran
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dari segi lamanya. Manakah di antara kedua
cara ini yang lebih baik?
Jawabannya, tentu yang kedua yaitu yang shalatnya
lebih lama dengan raka'at yang lebih banyak. Alasannya, karena pujian Allah
terhadap orang yang waktu malamnya digunakan untuk shalat malam dan sedikit
tidurnya. Allah Ta'ala berfirman,
كَانُواقَلِيلًامِنَاللَّيْلِمَايَهْجَعُونَ
“Di dunia mereka sedikit
sekali tidur diwaktu malam.” (QS. Adz Dzariyat: 17)
وَمِنَاللَّيْلِفَاسْجُدْلَهُوَسَبِّحْهُلَيْلًاطَوِيلًا
“Dan pada sebagian dari
malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang
panjang dimalam hari.” (QS. Al Insan: 26)
Oleh karena itu, para ulama ada yang melakukan
shalat malam hanya dengan 11 raka'at namun dengan raka'at yang panjang. Ada
pula yang melakukannya dengan 20 raka'at atau 36 raka'at. Ada pula yang kurang
atau lebih dari itu. Mereka di sini bukan bermaksud menyelisihi ajaran Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun yang mereka inginkan adalah mengikuti
maksud Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu dengan mengerjakan shalat malam
dengan thulul qunut (berdiri yang lama).
Sampai-sampai sebagian ulama memiliki perkataan yang
bagus, “Barangsiapa yang ingin memperlama berdiri dan membaca surat dalam
shalat malam, maka ia boleh mengerjakannya dengan raka'at yang sedikit. Namun
jika ia ingin tidak terlalu berdiri dan membaca surat, hendaklah ia menambah
raka'atnya.”
Mengapa ulama ini bisa mengatakan demikian? Karena
yang jadi patokan adalah lama berdiri di hadapan Allah ketika shalat malam.
-Demikianlah faedah yang kami dapatkan dari penjelasan Syaikh Musthofa Al
'Adawi dalam At Tarsyid-30
Qodho' bagi yang Luput dari Shalat Tahajud karena
Udzur
Bagi yang luput dari shalat tahajud karena udzur
seperti ketiduran atau sakit, maka ia boleh mengqodho'nya di siang hari sebelum
Zhuhur.
'Aisyah mengatakan,
أَنَّرَسُولَاللَّهِ -صلىاللهعليهوسلم- كَانَإِذَافَاتَتْهُالصَّلاَةُمِنَاللَّيْلِمِنْوَجَعٍأَوْغَيْرِهِصَلَّىمِنَالنَّهَارِثِنْتَىْعَشْرَةَرَكْعَةً.
“Sesungguhnya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, jika beliau luput dari shalat malam karena tidur
atau udzur lainnya, beliau mengqodho'nya di siang hari dengan mengerjakan 12
raka'at.”31
'Umar bin Khottob mengatakan bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْنَامَعَنْحِزْبِهِأَوْعَنْشَىْءٍمِنْهُفَقَرَأَهُفِيمَابَيْنَصَلاَةِالْفَجْرِوَصَلاَةِالظُّهْرِكُتِبَلَهُكَأَنَّمَاقَرَأَهُمِنَاللَّيْلِ
“Barangsiapa yang tertidur
dari penjagaannya atau dari yang lainnya, lalu ia membaca apa yang biasa ia
baca di shalat malam antara shalat shubuh dan shalat zhuhur, maka ia dicatat
seperti membacanya di malam hari.”32
Demikian pembahasan ringkas kami mengenai shalat
tahajud. Kami masih akan membahas kiat-kiat bangun shalat tahajud dan panduan
shalat witir -insya Allah-. Semoga Allah mudahkan.
Semoga kita semakin terbimbing dengan sajian ringkas
ini. Semoga Allah memudahkan kita untuk mengamalkan sekaligus merutinkannya.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala
kebaikan menjadi sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar