Ada beberapa kiat yang dapat membantu seseorang
untuk bangun di malam hari guna melakukan shalat Tahajjud. Di antaranya adalah.
[1]. Mengetahui keutamaan shalat Tahajjud dan kedudukan
orang yang melakukannya di sisi Allah Ta’ala serta segala apa yang disediakan
baginya berupa kebahagiaan di dunia dan akhirat, bagi mereka disediakan Surga.
Allah Ta’ala bersaksi terhadap mereka dengan
kesempurnaan iman, dan tidak sama antara mereka dengan orang-orang yang tidak
mengetahui. Shalat Tahajjud sebagai sebab masuk ke dalam Surga, ditinggikannya
derajat di dalamnya, dan shalat Tahajjud merupakan sifat hamba-hamba Allah yang
shalih serta kemuliaan bagi seorang Mukmin.
[2]. Mengetahui perangkap syaitan dan usahanya agar
manusia tidak melakukan shalat malam.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
mengenai seorang laki-laki yang tidur hingga datang waktu fajar,
“Itulah seseorang yang syaitan telah kencing di
telinganya -atau beliau bersabda- di kedua telinganya.” [1]
‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallaahu ‘anhuma mengatakan,
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
“Wahai ‘Abdullah, jangan kamu menjadi seperti si
fulan, dahulu ia biasa melakukan shalat malam, kemudian meninggalkannya” [2]
[3]. Memendekkan angan-angan dan banyak mengingat
mati.
Hal ini dapat memberi semangat untuk beramal dan
dapat menghilangkan rasa malas, berdasarkan hadits ‘Abdullah bin ‘Umar
radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda.
“Jadilah engkau di dunia ini seperti orang yang
asing atau orang yang sedang menyeberangi jalan.”
Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma mengatakan,
“Apabila berada di pagi hari, janganlah engkau menunggu waktu sore. Dan apabila
berada di sore hari, janganlah engkau menunggu waktu pagi. Pergunakanlah waktu
sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, dan pergunakan waktu hidupmu sebelum
datang kematianmu.” [3]
[4]. Tidur di awal malam agar memperoleh kekuatan
dan semangat yang dapat membantu untuk melakukan shalat Tahajjud dan shalat
Shubuh.
Hal ini berdasarkan hadits Abu Barzah radhiyallaahu
‘anhu.
“Bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya’ dan berbincang-bincang
setelahnya.”[4]
[5]. Mempergunakan kesehatan dan waktu luang (dengan
melakukan amal shalih) agar pahala kebaikannya tetap ditulis pada saat ia sakit
atau sedang safar.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam,
“Apabila seorang hamba sakit atau safar, ditulislah
baginya pahala perbuatan yang biasa ia lakukan ketika mukim dan sehat.” [5]
Maka orang yang berakal hendaklah tidak terluput
dari keutamaan yang agung ini. Hendaklah ia melakukan shalat Tahajjud ketika
sedang sehat dan memiliki waktu luang serta melakukan berbagai amal shalih
sehingga ditulislah pahala baginya apabila ia lemah atau sibuk dari melakukan
amal kebaikan yang biasa ia lakukan.
[6]. Bersungguh-sungguh mengamalkan adab-adab
sebelum tidur.
Yaitu, dengan tidur dalam keadaan suci, apabila
masih mempunyai hadats hendaklah ia berwudhu’ dan shalat sunnah dua raka’at,
membaca dzikir sebelum tidur, mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu
ditiupkan serta dibacakan padanya surat al-Ikhlaash, al-Falaaq, dan an-Naas.
Kemudian usaplah dengan kedua tangannya itu seluruh anggota badan yang dapat
dijangkaunya (lakukan hal ini tiga kali). Jangan lupa juga membaca ayat Kursi,
dua ayat terakhir dari surat al-Baqarah, dan membaca do’a sebelum tidur. Dia
juga harus melakukan berbagai sebab yang dapat membangunkannya untuk shalat,
seperti meletakkan jam weker di dekat kepalanya atau dengan berpesan kepada
keluarganya atau temannya atau tetangganya untuk membangunkannya.
[7]. Memperhatikan sejumlah sebab yang dapat
membantu untuk melakukan shalat Tahajjud.
Yaitu, dengan tidak terlalu banyak makan, tidak
membuat badannya lelah dengan melakukan pekerjaan yang tidak bermanfaat, bahkan
seharusnya ia mengatur pekerjaannya yang bermanfaat, tidak meninggalkan tidur
siang karena itu dapat membantu bangun di malam hari, dan menjauhi dosa dan
maksiyat. Disebutkan dari Sufyan ats-Tsauri rahimahullaah beliau berkata,
“Selama lima bulan aku terhalang untuk melakukan shalat malam karena dosa yang
aku lakukan.” [6]
[Disalin dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan
Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa,
PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani
1428H/April 2007M]
__________
Foote Notes
[1]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari
(no. 1144, 3270) dan Muslim (no. 774), dari Shahabat Ibnu Mas’ud radhiyallaahu
‘anhu.
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari
(no. 1152) dan Muslim (no. 1159 (187)).
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari
(no. 6416), Ahmad (II/24, 132), at-Tirmidzi (no. 2333), Ibnu Majah (no. 4114),
dan al-Baihaqi (III/369).
[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari
(no. 568) dan Muslim (no. 461), lafazh ini milik al-Bukhari.
[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari
(no. 2996), dari Shahabat Abu Musa al-Asy’ari radhiyallaahu ‘anhu
[6]. Lihat kitab Qiyaamul Lail, Fadhluhu wa
Aadaabuhu wal Asbaabul Mui’iinatu ‘alaihi fii Dhau-il Kitaabi was Sunnah (hal.
50-58).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar